Berita

  • Home
  • Berita
  • Mugeb Gandeng Psikolog PLPK Smamio Sosialisasi Hasil Psikotes Siswa

Mugeb Gandeng Psikolog PLPK Smamio Sosialisasi Hasil Psikotes Siswa

Mugeb – SD Muhammadiyah 1 GKB Gresik (Mugeb Primary School) kembali menunjukkan komitmennya terhadap perkembangan psikologis dan akademik siswa. Sekolah ramah anak ini menggelar sosialisasi hasil psikotes kelas IV secara daring melalui Zoom Meeting, Senin (22/9/2025).

Kegiatan ini menggandeng Pusat Layanan Psikologi dan Konseling (PLPK) SMA Muhammadiyah 10 GKB (Smamio) sebagai mitra profesional. Sejak Jumat (19/9/2025), para orang tua siswa telah menerima amplop cokelat dengan cap “Rahasia”. Amplop itu berisi hasil psikotes masing-masing anak.

Kepala Sekolah, Fony Libriastuti, M.Si., membuka acara dengan mengajak orang tua menjalin sinergi kuat bersama sekolah. “Ayo bersama-sama kita gali potensi anak, agar mereka bisa tumbuh bahagia dan membanggakan,” ungkap Fony penuh semangat.

“Kalau ada hal yang ingin konsultasi secara pribadi, kami terbuka,” imbuhnya.

Sesi sosialisasi berlangsung gayeng bersama narasumber Ika Famila Sari, S.Psi., M.Psi., Psikolog. Di hadapan 78 orang tua, Ika menjelaskan, psikotes bertujuan memetakan aspek-aspek psikologis anak, seperti intelegensi umum (IQ).

“Anak usia di bawah 12 tahun ibarat botol yang sedang diisi. Saat ini, kita baru memetakan kapasitas botolnya, bukan seberapa penuh isinya,” kata Ika.

Ia menegaskan, hasil psikotes bukanlah nilai akhir, melainkan peta awal untuk menentukan langkah pendampingan. Di kelas VI nanti, barulah kemampuan akademik anak yang sebenarnya mulai tampak.

Deteksi Dini Kebutuhan Anak

Menurut Ika, psikotes memberi manfaat besar bagi orang tua dan sekolah. Hasilnya membantu orang tua mengenali kemampuan anak sejak dini, sekaligus menyusun program pendampingan yang sesuai. “Adakalanya IQ sebenarnya bagus tapi motivasinya rendah. Maka penting kita gali lebih lanjut,” ujarnya.

Bagi sekolah, data ini menjadi acuan penting bila siswa menunjukkan gejala psikologis tertentu. Selain itu, sekolah juga bisa memetakan bakat siswa—apakah di bidang angka, bahasa, atau lainnya—sehingga bisa memberi stimulasi yang lebih tepat.

Terkait keakuratan hasil psikotes, Ika menjelaskan beberapa faktor yang bisa memengaruhi hasilnya. Pertama, cara pemberian instruksi oleh tester, meski semua penguji sudah berlatar belakang psikologi.

Kedua, metode skoring, yang kini telah pihaknya minimalkan kesalahannya melalui sistem terkomputerisasi. Ketiga, kondisi anak saat tes. Seperti kurang tidur, mood buruk, atau sedang sakit. “Kalau anak sedang tidak fit, lebih baik ikut psikotes susulan,” sarannya.

Keempat, situasi ruangan saat tes, yang sudah diupayakan kondusif dengan pantauan 2–3 tester per ruangan.

Ika juga menjelaskan, IQ anak pengaruhnya oleh banyak hal, terutama faktor genetik (60% dari ibu), gizi, dan stimulasi lingkungan. “Anak terlahir dengan 100 miliar sel otak. Kalau tidak mendapat stimulasi, neuron akan tersisihkan oleh otak. Sayang kalau tidak kita maksimalkan,” tegasnya.

Stimulasi Kunci Maksimalkan Potensi

Dalam kesempatan itu, Ika menjelaskan pentingnya membedakan antara IQ original dan IQ belajar. “IQ original ibarat kapasitas botol. Kalau IQ tinggi (kapasitas botol besar) tapi tidak distimulasi, maka isi botolnya tetap sedikit,” jelasnya.

IQ belajar mulai bisa terukur dengan lebih akurat saat anak duduk di kelas VI. Sebab, pada tahap itu, mereka sudah melalui banyak pengalaman belajar sehingga kemampuannya lebih nyata.

Orang tua lalu diajak membuka hasil psikotes dan memahami rentang nilai IQ yang tertera. Ika menekankan agar tidak terpaku pada angka semata. “Tes IQ hanya mengukur sebagian kecil kemampuan berpikir. Belum bisa mengukur empati, interpersonal skill, atau kecerdasan emosional,” katanya.

Dalam sesi tanya jawab, berbagai pertanyaan dari wali murid bermunculan. Salah satunya dari orang tua Ghaitsa, yang bertanya cara mendampingi anak yang unggul di kecerdasan bahasa namun lemah di matematika.

Untuk meningkatkan kemampuan matematika, Ika menjawab, “Kenali gaya belajar anak. Anak kinestetik bisa belajar angka dengan benda konkret seperti lidi atau teka-teki.”

Ia menegaskan, penting bagi orang tua tidak hanya fokus pada kelemahan anak, tapi justru menguatkan kelebihannya. “Stimulasi potensi itu seperti menggali harta karun. Kalau tidak dicari, tidak akan muncul nilainya,” tambahnya.

Minat Vs IQ

Selanjutnya, giliran orang tua Safiyya mengungkapkan, anaknya lebih tertarik pada bahasa, meski hasil tes menunjukkan kecerdasan numerik lebih tinggi. Ika pun menjawab bijak.

“Anak ibarat bibit. Kita belum tahu itu bibit apa. Maka semua bidang harus distimulasi. Nanti akan terlihat mana yang tumbuh paling subur,” jelasnya.

Pertanyaan lain datang dari orang tua Khanza. Yakni tentang cara meningkatkan kecerdasan intrapersonal anak. Ika menyarankan pendekatan berbasis diskusi. “Tanya anak, ‘apa yang bikin kamu sedih hari ini?’ Bantu ia mengenali dan menamai emosinya,” sarannya.

Setiap Anak Unik, Pendekatan Spesifik

Dalam sesi akhir, Ika menjelaskan, tidak semua anak akan unggul dalam segala bidang. “Bakat bisa distimulasi, tapi ada batas maksimal yang tak bisa dilampaui,” jelasnya. Misal, anak dengan kelebihan bahasa namun lemah numerik tetap bisa dibantu perihal numeriknya, tapi jangan sampai memaksakan melebihi kapasitasnya.

Ibu dua anak ini menyarankan agar orang tua memberi pengalaman belajar yang bermakna. Bukan sekadar pelajaran di buku, tapi juga aktivitas keseharian yang membangun logika, empati, dan keterampilan sosial.

Berikutnya, beberapa orang tua menanyakan bagaimana mengenali potensi figural anak. Ika menyarankan aktivitas seperti menggambar, mengikuti kursus desain, atau fotografi. “Kecerdasan figural perlu pengembangan lewat eksplorasi ruang dua atau tiga dimensi,” katanya.

Menutup sesi, Ika menekankan pentingnya stimulasi yang beragam, konsisten, dan menyenangkan. “Jangan menunggu anak menunjukkan minat. Ajak mereka mencoba dulu. Kita yang bantu buka jalannya,” tutupnya.

Sosialisasi hasil psikotes di Mugeb ini menjadi langkah strategis untuk menyatukan visi antara sekolah dan orang tua. Dengan pemetaan potensi sejak dini, anak-anak bisa tumbuh optimal sesuai keunikan mereka. Bukan hanya cerdas secara akademik, tapi juga siap menjadi pribadi yang tangguh dan bahagia. (#)

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *