Mugeb – Tim juri LLSMS 2025 menjelajahi setiap sudut SD Muhammadiyah 1 GKB Gresik (Mugeb Primary School). Mereka terdiri dari Mohammad Nurfatoni dari Majelis Dikdasmen dan PNF PDM Gresik serta Tatik Erawati dari Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PDM Gresik.
Keduanya keliling meninjau ruang kelas I, Unit Kesehatan Sekolah (UKS), tempat wudu, kamar mandi, kolam ikan, taman tengah gedung, hingga kantin. Di tengah perjalanan, kunjungan berlanjut ke ruang kelas VI Cello.
Saat itu, jam istirahat baru saja usai. Para siswa bersiap melanjutkan pelajaran dengan duduk rapi di bangku masing-masing. Ruang kelas tampak bersih tanpa sisa makanan tercecer. Keberadaan dua AC menambah kesejukan.
Dengan senyum hangat, Fatoni dan Tatik memastikan para siswa membawa kotak bekal makanan dan tumbler. Beberapa siswa langsung mengangkat tumbler di meja mereka, sementara yang lain mengambilnya dari tas.
Fatoni mendekati Falisha Hannan, seorang siswa yang duduk di barisan depan. Kemudian memintanya menunjukkan kotak bekal. Falisha membuka bekalnya yang berisi nasi, telur, dan daging krawu. Bapak berompi krem itu menanyakan buah, yang ternyata sudah Falisha makan saat jam istirahat.
Pertanyaan berlanjut. Kali ini tentang mata pelajaran yang sedang mereka ikuti. Siswa kelas VI Cello kompak menjawab, “Sains.” Temanya organ pernafasan.
Kebetulan, Fatoni—kakek dua cucu itu—pernah mengajar Biologi di almamaternya, SMAM 1 Babat, dan di SMP Arif Rahman Hakim Surabaya. Sesuai dengan jurusan kuliahnya di Juruna Pendidikan Biologi FMIPA IKIP, kini Unesa, Surabaya.
“Apa saja organ pernapasan?” tanya Fatoni.
Nareswari Khanza, siswa yang pernah meraih juara II olimpiade matematika tingkat provinsi, langsung menjawab, “Organ-organnya hidung, trakea, bronkus, bronkiolus.”
Aira Java yang duduk di depannya menambahkan, “Di paru-paru ada alveolus.”
Pertanyaan Fatoni berlanjut, “Kita menghirup apa?”
Menjawab pertanyaan pemimpin perusahaan Cakrawala Print itu, Aira Java kembali bersuara, “Oksigen.”
“Agar pernapasan sehat, perlu udara segar dari?” bapak lima anak kelahiran Desa Keduyung, Kecamatan Laren, itu kembali melontarkan pertanyaan.
“Tanaman!” jawab anak-anak kompak. Pandangan mereka lantas mengarah pada sisi jendela bagian timur yang separuhnya memperlihatkan pemandangan hijau segar dari taman di depan kelas.
Fatoni kemudian mencontohkan bagaimana menjelaskan pelajaran secara terintegrasi. “Tidak hanya teori,” ujarnya kepada para pemimpin sekolah yang turut masuk ke ruang kelas itu.
“Luar biasa Allah memberikan oksigen secara gratis. Karena itu kita bersyukur, Allah juga kasih hidung untuk menghirup sampai paru-paru,” terangnya kepada anak-anak yang duduk tertib di bangku masing-masing.
“Paham anak-anak? Kita semakin berilmu semakin menunduk, seperti padi,” tambah Fatoni.
Lebih lanjut, ia beralih menjelaskan kepada guru dan pemimpin sekolah. “(Mengajarkan) Apa pun, muaranya pada Allah, bertauhid. Bisa juga mengajarkan akhlak dari pelajaran IPA,” imbuhnya.
“Matematika pun ada di akhirat karena ada yaumul hisab,” ungkapnya.
Setelah itu, Waka Bidang Pembinaan dan Pembiasaan Karakter, Nur Hamidah, S.Pd., menimpali, “Kita ada yaumul hisab setiap Kamis. Anak-anak menghitung apakah dirinya dalam pekan itu sampai Kamis sudah berakhlak baik.”
Ketika melangkah keluar dari kelas yang bersih dan nyaman itu, Fatoni menemukan kesegaran. Taman dengan aneka pepohonan terhampar, bersanding dengan kandang iguana. “Di sini enak karena rindang,” ujarnya.
Saat diwawancarai lebih lanjut melalui WhatsApp, Rabu (30/7/2025), Fatoni mengaku senang bisa mengajarkan ilmu pengetahuan umum seperti Biologi yang terintegrasi dengan spiritualitas. “Nostalgia, ya, mengobati kekangenan (mengajar di sekolah),” ujarnya. (#)
Jurnalis Sayyidah Nuriyah Penyunting Mohammad Nurfatoni